Jumat, 25 April 2014

Hikayat Sebuah Surat


: kepada RA Kartini

Menyusur jalan kenangan, berlipat-lipat
Hatiku tersulut sunyi kian rapat
Menggelar angin berebut pucuk-pucuk daun
Mengabarkan riwayatmu begitu anggun begitu ngungun

Engkau perempuan pengukir Jawadwipa
Pengukir nusantara
Pengukir jiwa-jiwa nir lentera
Pembuka pintu bagi kaummu, buta aksara buta segala
Selalu begitu, suara yang sama, kalimat yang sama
dari buku sejarah yang pernah terbaca

Tarian penamu yang kusangka jadi pelita
Kini tak lebih dari laron-laron yang berlari
Melepaskan diri
Maka kini saksikanlah melalui hurup-hurupku
yang ngelangut
Tak mampu menjangkau hurup-hurupmu
yang kian jauh hanyut pada kesunyian paling laut

Lalu,
Selalu tersisa dariku yang wagu
Merayakan harum namamu berpesta
Hanya dengan sanggul dan kebaya

Wahai, perempuan pengukir jiwa-jiwa yang menang
Betapa jauh jarak hurupmu denganku yang gamang
Terlambat menyeru badai
Menyusun kembali abjad dengan paragraf menantang
Lantaran tertatih, riwayat itu menempel
Pada dinding usang
Habis gelap tak kunjung terang

Balekambang Jepara, 7 Juni 2013