Jumat, 31 Mei 2024

DI HADAPAN PUSARA IBU

 

Aku datang dengan rindu yang pecah dan tergelincir
Setangkup bunga di genggaman
Sebagai hadiah kecil
Yang kutaburkan di atas tanahmu

Aku datang bagai orang yang didera luka memar-memar
Bersembunyi di balik buku harian berisi riwayat yang mulai pudar
Setengadah tanganku, setengadah hatiku, memungut wajahmu dipagut jiwaku
Bahasaku bahasa doa, kulafalkan dengan bibir beku

Setelah engkau tiada di sisi kami, Ibu, seluruh ruhku bertanggalan
Bagai tulang yang dilolosi satu per satu dari daging tubuhku
Ketika tak kusadari cawan takdir begitulah semestinya aku sesap
Menganyam waktu di mana keabadianmu adalah sesuatu yang tak tertawarkan
Juga menyakitkan
Bagi seorang bayi yang butuh air susu
usai terlepas dari tali pusar yang mengenalkan iman dan ketakkekalan

Di hadapan pusaramu
Bongkahan hati sedang coba kuselamatkan
Menerima derita perpisahan paling tak tertanggungkan; perpisahan denganmu
Wahai, perisai hidupku
Utusan Tuhan yang telah mempertemukan dan mengenalkan aku dengan kakak-kakak kandungku

Aku terduduk di hadapan pusaramu
Menggenggam jalan hidup yang kujulurkan di sekujur sulur kalbu
Membuka kembali rekam ingatan masa kecilku, dalam gendonganmu
Ketika air mata adalah makhluk asing yang tak pernah kukenal sebagai tamu
Dan binar mata adalah satu-satunya dunia milikku
Kubawa dari gua garba tempatku meringkuk hangat dan tak ingin menjadi ada tak ingin menjadi waktu

Aku datang di Kamis petang
Menyambung urat nadiku dari sangkan paran yang coba kujelang
Mengulurkan ayat-ayat Tuhan yang kukeluarkan dari celah bibirku
Memandu udara di sekitar pusara
Menggoyangkan tanaman berdaun merah kesukaanmu
Menggunakannya sebagai satu-satunya bahasa

Di hadapan pusaramu
Kubacakan puisiku tentang cinta abadi yang mengikat kita
Kesejatian dari kekasih paling sejati yang pernah tercipta
Dan aku yang terikat kepadamu
Oleh air susu dan doa yang kau balurkan di seluruh darah daging tubuhku
Memahat kesaksian
Engkau ditakdirkan hanya untuk melunasi kebaikan-kebaikan

Di hadapan pusaramu
Istirahatlah baik-baik, Ibu...

Yogyakarta, 2018